Hingga pertengahan 2024, Kota Tasikmalaya telah melaporkan lebih dari 1.230 kasus demam berdarah dengue (DBD), dengan empat di antaranya berakhir fatal.
Lonjakan kasus ini sebagian besar disebabkan oleh ketahanan nyamuk penyebab DBD terhadap pestisida. Nyamuk DBD di Kota Tasikmalaya kini tampaknya kebal terhadap fogging.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, menjelaskan pada Selasa (30/7/2024), “Dalam penelitian terbaru yang kami lakukan bersama Bapelkes Kemenkes, kami menemukan bahwa beberapa sampel nyamuk DBD menunjukkan resistensi terhadap pestisida.”
Uus menambahkan bahwa meskipun masyarakat sering meminta fogging, metode ini hanya memberikan efek psikologis dan tidak efektif dalam jangka panjang. “Solusi yang lebih efektif adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan gerakan 3M,” ujarnya.
Saat ini, ada dua pendekatan yang dapat diambil untuk mengatasi penyebaran DBD: penyebaran nyamuk Wolbachia dan vaksinasi. Namun, kedua metode ini belum diterapkan di Kota Tasikmalaya karena kendala biaya. “Biaya untuk menyebar nyamuk Wolbachia dan vaksinasi cukup tinggi, jadi kami masih fokus pada sosialisasi dan penanganan dini,” kata Uus.
Upaya yang sudah dilakukan termasuk sosialisasi kepada masyarakat mengenai kewaspadaan terhadap DBD, serta pemberian alat diagnostik dini ke seluruh Puskesmas. Ini bertujuan untuk mempercepat penanganan pasien dan menurunkan angka kematian.
Uus berharap jumlah kasus dapat menurun menjelang bulan Agustus. Ia mengingatkan bahwa meskipun dua tahun lalu Kota Tasikmalaya pernah mencatatkan angka kasus tertinggi di Indonesia, dalam dua bulan kota ini berhasil menurunkan angka kasus hingga nol. (HEV/AZR)